Tema : “Hidup Yang Optimal”
Efesus 4:11-16
Oleh: Pdt. Irwan Hidajat
Ada perbedaan makna antara “optimal” dan “maksimal”. Sepintas keduanya terkesan memiliki makna yang sama: tertinggi, terbaik. Namun optimal berarti : mencapai yang terbaik sesuai dengan kapasitasnya. Contoh : nilai maksimal untuk setiap ujian adalah 100. Tetapi jika anak Saudara mencapai nilai 80, memang dia belum meraih nilai maksimal, tetapi mungkin nilai 80 itu bisa jadi merupakan nilai optimalnya sesuai dengan kapasitas yang ada pada dirinya.
Berbicara mengenai hidup, maka hidup kitapun harus optimal. Apa dasar
pertimbangannya ?
a. Karena hidup cuma berlangsung satu kali saja. Jika hidup kita tidak optimal, maka tidak akan ada kesempatan kedua untuk mengulangnya
b. Karena hidup merupakan sebuah kepercayaan yang harus dipertanggung jawabkan
di hadapan Tuhan: sampai sejauh manakah optimalitas hidup kita ?
c. Karena kita ditempatkan Tuhan di tengah orang-orang lain, maka hidup kita yang optimal adalah: hidup yang dirasakan dampaknya oleh orang-orang lain yang ada di sekitar kita
1. HIDUP KITA SEBAGAI PRIBADI ORANG PERCAYA MENJADI OPTIMAL TATKALA KITA MENCAPAI KESERUPAAN DENGAN KRISTUS DI DALAM PROSES PERTUMBUHAN IMAN
“...kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah kepala” (ayat 15).
Yang membedakan kita sebagai orang percaya dengan mereka yang belum percaya adalah : HIDUP BARU, yang kita terima saat kita percaya kepada Kristus. Hidup baru merupakan sesuatu yang dikaruniakan Tuhan kepada kita (Yoh 3:16) dan Tuhan Yesus menginginkan agar hidup baru kita miliki “dalam segala kelimpahannya” (and have it to the full – Yoh 10.10-NIV). Apakah yang menjadi goal dari kehidupan baru kita ?
Keserupaan dengan Kristus pada akhirnya!
Sejak awal, Allah menciptakan manusia serupa dengan diriNya. Namun, keserupaan itu rusak lantaran kejatuhan manusia ke dalam dosa. Tetapi di dalam Kristus, kita dipulihkan menjadi ciptaan baru yang kini memiliki potensi kembali untuk menjadi serupa dengan Dia. Maka, hidup seorang Kristen yang optimal adalah tatkala ia mencapai goal yang sesuai dengan potensi yang sudah Yesus berikan di dalam dirinya, yakni menjadi serupa dengan Dia.
Memang, keserupaan adalah sebuah proses. Hal itu tidak terjadi dengan sekejab. Tetapi hal ini dapat menjadi perenungan bagi kita : sampai di usia kita sekarang ini, setidaknya apakah hidup kita semakin mendekati “titik optimal” itu atau tidak ?
Apakah semakin umur kita mendekati angka maksimal, hidup kita semakin optimal: yakni semakin mirip dengan Yesus ?