Tema: ”Karena Dia Bangkit”
Matius 28:1-10; 1 Korintus 15:54-58
Oleh: Pdt. Anni P. Saleh
PENDAHULUAN
Seorang ahli sejarah yang bernama Thomas Arnold mengatakan “Tidak ada satupun
sejarah umat manusia yang dibuktikan dengan bukti-bukti yang lebih baik dan lebih
besar seperti bukti yang terdapat pada peristiwa kematian dan kebangkitan Yesus”.
Salah satu bukti tersebut adalah kesaksian Maria Magdalena dan Maria yang lain, yang
dicatat dalam Matius 28:1-10.
Tentang kesaksian itu, mari kita merenungkannya bukan untuk menelusuri sekali lagi
sebuah pembuktian sejarah, tetapi untuk melihat bagaimana kebangkitan Yesus
berdampak dalam spiritualitas orang percaya.
PEMBAHASAN
Pertama, kedua perempuan itu sangat mengasihi Yesus, mereka hormat pada-Nya.
Simpati yang mereka miliki tumbuh melalui menyaksikan hidup dan karya Yesus. Dia adalah pribadi yang baik dan berkuasa. Itu sebabnya, Maria Magdalena dan Maria yang lain itu tidak hanya hadir pada saat Yesus disalib, tetapi juga tinggal di depan kubur Yesus (Mat 27:61). Dan sebelum fajar tiba mereka telah kembali melakukan perjalanan ke kubur itu. Alasan kedatangan mereka adalah untuk menengok kubur Yesus. Injil Markus dan Lukas melengkapi tujuan kedatangan mereka yang berisi harapan akan ada yang menggulingkan batu penutup kubur itu, sehingga dapat meminyaki jasad Yesus. Apa yang ada dibenak kedua perempuan itu adalah, bahwa Yesus sudah mati.
Maria Magdalena dan Maria yang lain itu sudah pernah mendengar pernyataan Yesus bahwa Ia akan mengalami banyak penderitaan, mati disalib, tetapi pada hari yang ketiga Ia akan bangkit. Namun dalam kenyataan mereka tidak mampu menghubungkan apa yang Yesus firmankan dengan apa yang mereka pikirkan. Mengapa? Pada waktu itu pemahaman teologis yang berkembang tentang kebangkitan adalah, bahwa memang hal itu akan terjadi, tetapi nanti di akhir zaman. Pemahaman yang mereka terima sebagai ajaran itu menjadi penghalang bagi mereka memahami firman Yesus. Selain itu, nampaknya mereka berpikir dengan cara pikir manusia pada umumnya, yaitu kematian adalah perjalanan akhir kehidupan manusia.
Apa yang dipikirkan kedua perempuan itu baik untuk direnungkan. Ketika seseorang berpegang pada ajaran tertentu dan tidak terbuka untuk mengujinya berdasarkan firman Tuhan, maka ia akan menempatkan ajaran tersebut di atas firman Tuhan. Agar hal itu tidak terjadi, seharusnya seorang percaya dengan bersengaja mempelajari firman Tuhan dan menguji pengajaran yang ada di sekitar kehidupannya.
Kedua, kedua perempuan itu mengalami kegentaran dan sukacita karena mendapat
bukti bahwa Yesus bangkit.
Allah peduli akan kasih dan hormat kedua perempuan yang lambat mengerti apa yang Yesus firmankan itu. Keduanya mendapat kesempatan menyaksikan bahwa apa yang Yesus katakan adalah kebenaran. Kedatangan malaikat Tuhan disertai gempa bumi membuat para penjaga menjadi seperti orang mati. Keadaan itu membuka jalan bagi mereka melakukan apa yang dikatakan malaikat itu; mereka dengan leluasa mendapatkan bukti bahwa Yesus yang dikuburkan itu sudah bangkit, seperti yang dikatakan-Nya. Kebangkitan Kristus membuat kedua perempuan itu tidak hanya bersimpati kepada Yesus, tetapi bersukacita karena Yesus bangkit. Dia adalah Kebenaran. Apa yang difirmankan-Nya adalah kebenaran yang hal itu menjadi alasan untuk bersukacita.
Ketiga, perjumpaan kedua perempuan itu dengan Yesus melahirkan sikap yang menyembah.
Sebagaimana pesan malaikat, Maria Magdalena dan Maria yang lain itu segera pergi untuk menyampaikan kabar sukacita kepada para murid akan yang sudah mereka alami. Dalam perjalanan, mereka berjumpa dengan Yesus yang menyapa : Salam bagimu. Ini bukan hanya soal bertemu seseorang yang mati lalu bangkit, tetapi sebuah perjumpaan yang menyadarkan akan ke-Tuhan-an Kristus.
Berita kelahiran-Nya membuat Herodes ingin membunuhnya. Walau hasrat membunuh itu didukung oleh kekuasaan, Herodes tidak bisa membunuh Yesus. Ia datang dalam rupa manusia untuk menjadi Penebus bagi dosa manusia dan tidak ada yang bisa menggagalkan rencana Allah. Para pemimpin agama yang mempunyai kekuasaan politik juga merancang pembunuhan terhadap Yesus. Namun saat disalib, Yesus menyerahkan nyawa-Nya kepada Bapa, sebuah tindakan yang menegaskan bahwa salib adalah alat penderitaan yang dilakoni-Nya untuk menebus dosa manusia.
Perjumpaan kedua perempuan itu dengan Tuhan melahirkan penyembahan, melahirkan kesadaran bahwa kita hanya manusia dan Dia adalah Tuhan dan layak disembah. Penyembahan bisa kita lakukan dengan memuji Tuhan, tetapi bukan hanya itu. Kita dapat mewujudkannya dalam hidup yang menempatkan Tuhan sebagai Tuhan. Segala sesuatu yang kita putuskan, Tuhan dan firman-Nya menjadi pengukurnya
Bacaan dari 1 Korintus 15 melengkapi apa yang seharusnya terjadi dalam perjalanan spiritual orang yang telah mengalami perjumpaan dengan Tuhan, yaitu hidup yang berkemenangan atas dosa. Kebangkitan Kristus mengalahkan maut. Eksistensi dosa yang digambarkan dengan istilah “sengat” telah dicabut, dan dibuat menjadi tidak berdaya. Seperti lebah akan mati bila tidak lagi mempunyai sengat, seperti itulah kuasa dosa dalam hidup orang percaya.
Salib telah mengalahkan kuasa dosa. Adalah tanggung jawab orang percaya untuk melawannya. Sebuah perlawanan yang berjaminan, karena sesungguhnya kita pasti dapat menang atas dosa, ya segala sesuatu yang bernama dosa.
KESIMPULAN
Kita mempunyai Tuhan yang Benar, kita mempunyai Firman yang Benar. Kita diberi kuasa mengalahkan dosa. Apa yang perlu kita lakukan untuk mengalaminya? Kita butuh hidup dalam relasi dengan Yesus yang bangkit dan firman-Nya. Dan seperti pola yang kita jumpai dalam hidup para murid Yesus, kita juga membutuhkan sesama untuk menjalani hidup yang saling menopang, sehingga berkemenangan.
SELAMAT PASKAH!
=APS=