“Tidak Menyimpan Dosa”
Mazmur 32:1-5
Pdt. Rachmat Zakaria Mustika
Mazmur 32 sejatinya mengajak kita untuk tidak menyimpan dosa. Ajakan ini didahului dengan penjabaran tentang betapa bahagianya orang yang diampuni dosanya. Istilah yang dipakai Pemazmur untuk menggambarkan dosa cukup beragam, yaitu: pelanggaran, dosa dan kesalahan. Mari kita lihat satu per satu.
Kata Ibrani yang diterjemahkan sebagai pelanggaran di sini adalah “Pesha”. Kata ini menggambarkan adanya suatu pemberontakan. Ketika seseorang berbuat dosa, sesungguhnya ia sedang memberontak kepada Allah, karena ia menolak otoritas Allah. Sedangkan kata yang dipakai untuk “dosa” adalah “chatab”, yang mengandung pengertian kehilangan arah. Ketika Allah menciptakan manusia, Allah menciptakan dengan satu tujuan yaitu untuk memuliakan Allah. Tujuan itu seharusnya menjadi arah hidup kita. Namun seringkali kita berbuat dosa dengan cara tidak mencari kemuliaan Allah, melainkan kemuliaan diri sendiri.
Kata ketiga yang digunakan untuk menggambarkan dosa adalah “awon”. Arti dasar kata ini adalah bengkok, tercemar. Pada umumnya kita menghubungkan dosa dengan tindakan kriminal, tanpa menyadari bahwa setiap kali kita hidup dengan menyimpang dari tujuan Allah menciptakan kita, maka sebenarnya kita sedang berbuat dosa. Pada waktu Allah menciptakan kita dengan maksud agar dapat menjadi berkat bagi sepuluh orang, tapi karena kita menggunakan waktu, tenaga dan seluruh potensi kita secara sembarangan sehingga hidup kita tidak maksimal, dan akibatnya kita menjadi berkat hanya bagi tiga orang saja, maka kita juga sudah berdosa. Dari sini kita dapat melihat betapa dosa itu begitu dahsyatnya mencengkeram hidup manusia. Lalu, bagaimana agar manusia dapat lepas dari cengkeraman dosa? Pemazmur menegaskan bahwa caranya adalah dengan mengakui dosa itu. Mengakui, bukan menyimpan.
Pemazmur memberi kesaksian bahwa ketika ia menyimpan dosa dengan cara berdiam diri, maka hidupnya malah susah. Berdiam diri (Bahas Ibrani: charash) di sini dapat berarti menutup mulut dan diam membisu maupun menutup telinga atau tuli. Banyak orang berusaha membenarkan diri dengan cara menutup mulut, tidak mau mengakui bahwa tindakannya, bahkan kadang juga dengan berani berargumentasi bahwa tindakannya tidak melanggar hukum sehingga tidak dapat dikategorikan dosa. Tindakan ini membuat mereka menulikan diri terhadap omongan-omongan yang menyatakan bahwa apa yang telah mereka lakukan tersebut adalah dosa. Tapi Pemazmur menjelaskan bahwa tindakan berdiam diri itu akan makin menyiksa hidup orang yang berbuat dosa. Sebaliknya, datang kepada Tuhan adalah tindakan yang melegakan. Sebab ketika kita datang kepada Tuhan untuk memberitahukan segala dosa kita, maka DIA akan menganugerahkan pengampunan-Nya. Karena itu, jangan menyimpan dosa. Sebaliknya, dengan tidak segan-segan, mari datang kepada Tuhan untuk mengakui segala dosa dan kesalahan kita di hadapan-Nya, maka Ia akan menganugerahkan pengampunan-Nya. Amin.
– RZM –